BAB I
PENDAHULIAN
1.1. LATAR BELAKANG
Jumlah air di bumi sangat besar,
kira-kira 1,36 milyar km3. Dari jumlah tersebut sekitar 97,2% merupakan air
yang berada di laut, 2,15% berupa es dan salju, sedang sisanya yang 0,65%
merupakan air yang terdapat di danau, sungai, atmosfer dan air tanah. Meskipun
persentase dari bagian yang terakhir ini sangat kecil, tetapi jumlahnya sangat
besar.
Air merupakan komponen yang sangat
penting bagi kehidupan di muka bumi. Dengan meningkatnya kebutuhan akan air,
para ilmiawan memberikan perhatian yang sangat besar terhadap kelangsungan
perubahan air di atmosfer, laut dan daratan. Sirkulasi suplai air di bumi yang
tidak putusnya disebut siklus hidrologi. Siklus ini merupakan pancaran sistem
energi matahari atmosfer merupakan rantai yang menghubungkan lautan dan
daratan. Air dari laut, secara tetap mengalami evaporasi menjadi uap air yang
berada di atmosfer. Angin akan mengangkut uap air ini. Kadang pada jarak yang
sangat jauh. Uap air ini akan berkumpul membentuk awan. Apabila awan sudah
jenuh, maka akan berubah menjadi hujan.
Hujan yang jatuh di laut mengakhiri
siklus ini dan akan mulai dengan siklus yang baru. Hujan yang jatuh di daratan
akan melalui jalan yang lebih panjang untuk mencapai laut. Apa yang terjadi
apabila hujan jatuh di daratan ? Sebagian air hujan akan meresap ke dalam tanah
dan sebagian lagi akan mengalir di permukaan ke darah yang lebih rendah, dan
kemudian akan berkumpul di danau atau sungai dan akhirnya mengalir ke laut.
Bila curah hujan lebih besar daripada kemampuan tanah untuk menyerap air, maka
kelebihan air tersebut akan mengalir dipermukaan menuju ke danau atau sungai.
Air yang meresap ke dalam tanah (infiltrasi) atau yang mengalir di permukaan
(run off) akan menemukan jalannya untuk kembali ke atmosfer, karena adanya
evaporasi dari tanah, danau dan sungai. Air yang meresap ke dalam tanah juga
akan diserap oleh tumbuhan dan akan kembali menguap melalui daunnya kembali ke
atmosfer. Proses ini disebut transpirasi.
Apabila hujan jatuh di daerah beriklim
dingin, airnya tidak langsung meresap ke dalam tanah atau mengalir sebagai run
off, atau menguap. Air tersebut akan menjadi salju atau es, yang merupakan
cadangan air yang cukup besar di daratan. Apabila salju atau es ini mencair,
dapat menyebabkan naiknya muka air laut dan menggenangi daerah pantai. Meskipun
jumlah uap air di bumi waktu tertentu sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah
total suplai air di bumi, tetapi jumlah absolut dalam siklus yang melalui
atmosfer setiap tahunnya sangat besar, kira-kira 380.000 km3, jumlah yang cukup
untuk menutupi permukaan bumi sampai kedalaman sekitar satu meter. Karena
jumlah total dari uap air di atmosfer kira-kira tetap sama, maka curah hujan
tahunan rata-rata di permukaan bumi harus sama dengan jumlah air yang menguap.
Tetapi untuk semua daratan, jumlah curah hujan lebih banyak daripada penguapan,
sebaliknya di laut, jumlah penguapan lebih banyak daripada curah hujannya.
Karena muka air laut tidak mengalami penurunan, maka curah hujan di daratan
sebanding dengan penguapan di laut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. ALIRAN AIR PERMUKAAAN ( RUN OFF )
Hujan yang jatuh di laut mengakhiri siklus ini dan akan
mulai dengan siklus yang baru. Hujan yang jatuh di daratan akan melalui jalan
yang lebih panjang untuk mencapai laut.
Setiap tetes air hujan yang jatuh ke tanah merupakan
pukulan-pukulan kecil ke tanah. Pukulan air ini memecahkan tanah yang lunak
sampai batu yang keras. Partikel pecahan ini kemudian mengalir menjadi lumpur,
dan lumpur ini menutupi pori-pori tanah sehingga menghalangi air hujan yang
akan meresap ke dalam tanah. Dengan demikian maka semakin banyak air
yang mengalir di permukaan tanah. Aliran permukaan ini kemudian membawa serta batu-batu dan
bongkahan lainnya, yang akan semakin memperkuat gerusan pada tanah. Goresan
akibat gerusan air dan partikel lainnya ke tanah akan semakin membesar. Goresan
ini kemudian menjadi alur-alur kecil, kemudian membentuk parit kecil, dan
akhirnya berkumpul menjadi anak sungai. Anak-anak sungai ini kemudian berkumpul
menjadi satu membentuk sungai.
Sebagian air hujan akan meresap ke dalam tanah dan sebagian
lagi akan mengalir di permukaan ke darah yang lebih rendah, dan kemudian akan
berkumpul di danau atau sungai dan akhirnya mengalir ke laut. Bila curah hujan
lebih besar daripada kemampuan tanah untuk menyerap air, maka kelebihan air
tersebut akan mengalir dipermukaan menuju ke danau atau sungai. Air yang
meresap ke dalam tanah (infiltrasi) atau yang mengalir di permukaan (run off)
akan menemukan jalannya untuk kembali ke atmosfer, karena adanya evaporasi dari
tanah, danau dan sungai.
Run off adalah bagian curahan hujan
(curah hujan dikurangi evapotranspirasi dan kehilangan air lainnya) yang
mengalir dalam air sungai karena gaya gravitasi; airnya berasal dari permukaan
maupun dari subpermukaan (sub surface). Runoff dapat dinyatakan sebagai tebal runoff, debit aliran
(river discharge) dan volume runoff.
Pada permulaan aliran air/sungai terjadi karena air mengalir mengikuti
retakan-retakan/patahan-patahan (joint) yang ada di permukaan bumi. Sehingga
pada awalnya daerah tersebut bukan merupakan daerah aliran sungai, tetapi
merupakan akumulasi air, kemudian terjadi proses lanjutannya seperti prose
pelapukan, erosi, pelarutan dan sebagainya. Proses tersebut berjalan terus,
sehingga berkembang menjadi sebuah parit-parit kecil yang makin lama makin tertoreh/terkikis
baik secara lateral maupun vertikal. Akhirnya terbentuk sungai-sungai kecil
sebagai sistem sungai.
Kegiatan-kegiatan aliran air sungai tergantung pada beberapa faktor (Lobeck,
1939: 158) adalah sebagai berikut :
1.
Curah
hujan yang tinggi, hujan yang efektif (tinggi) tidak saja menyebabkan aliran
yang kuat, tetapi juga bertambah banyaknya jumlah aliran sungai yang permanen.
Sebagai contoh, sungai-sungai dibagian timur Amerika Serikat lebih banyak
jika dibandingkan dengan di bagian barat.
2.
Tanah-tanah
ponus yang dalam dan banyaknya tumbuhan yang tumbuh cenderung menyerap air
hujan dan mengurangi aliran permukaan (run-off) . Seperti pada daerah-daerah
tinggi yang luas dipantai selatan Alabama dan Missisipi, walaupun curah hujan
tinggi tetapi sungai tidak banyak jumlahnya.
3.
Daerah
yang terdiri dari batu gamping serta aliran bawah permukaan (bawah tanah) tidak
menyebabkan terdapatnya aliran permukaan. Misalnya didaerah Karst Dalmatia
tidak mempunyai banyak sungai, walaupun curah hujannya paling lebat didaerah
Eropa.
4.
Daerah
arid dengan vegetasi yang kurang menentukan aliran sungai, baik volume, jumlah
air , maupun keadan permanen aliran yang minimum.
5.
Tanah-tanah
liat yang kedap air sungai glacial, menambah aliran air permukaan yang
mengurangi jumlah aliran bawah tanah, sehingga mempercepat pengerjaan erosi.
Aliran air pada sebuah sungai pada umumnya mengalir tidak
tetap, mengikuti muatan sedimen unsure-unsur lain yang larut didalam air. Oleh
karena itu, sungai mempunyai ciri yang tersendiri dan berbeda dengan
massa air lain seperti danau, laut, dan sebagainya. Adapun ciri tersebut adalah
sebagai berikut seperti yang dikemukakan oleh Sudarja dan Akub (1977: 38)
antara lain adalah sebagai berikut :
1. Pengalirannya tidak tetap, kadang
kala alirannya deras dan ada kalanya lambat, menghilang ke bawah permukaan dan
sebagainya.
2. Mengangkut material, dari mulai
Lumpur yang halus, pasir, kerikil sampai pada material batuan yang lebih besar
yang tergantung besar alirannya.
3. Mengalir mengikuti saluran tertentu
yang pada sisi kanan kirinya dibatasi oleh tebing yang bias curam berupa
lembah-lembah dari lembah dangkal sampai pada lembah-lembah yang dalam.
Sungai sebagai suatu system yang terdiri dari beberapa anak sungai yang
tergabung ke dalam sungai induk pada suatu daerah aliran. Jadi daerah aliran
suatu sungai yang sering disebut DAS merupakan suatu wilayah ekosistem yang
dibatasi oleh pemisah topografi dan berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan dan
penyalur air beserta sedimen dan unsur hara lainnya. Melalui system sungai yang
mempunyai outlet tunggal, system aliran pada DAS terbagi ke dalam daerah aliran
hulu, daerah aliran tengah, daerah aliran hilir. Di masing-masing daerah aliran
ini terjadi proses geomorfik yang berbeda. Misalnya di bagian daerah aliran
hulu biasanya terjadi erosi vertical, bagian daerah tengah terjadi erosi
vertical dan lateral kira-kira sama kuat, dan didaerah aliran hilir terjadi
proses erosi lateral. Kegiatan aliran air sungai biasanya adalah mengambil
(mengerosi/ mengikir), mengangkut, dan mengendapkan, sehingga suatu lembah
sungai sangat tidak tetap dalam arti selalu mengalami perubahan-perubahan
tersebut dapat tejadi pada panjang, lebar atau dalamnya lembah.
Air sungai dalam perjalannanya dari hulu ke hilir melakukan kegiatan mengikis,
mengambil bahan lepas, mengangkut dan mengendapkan.Suatu lembah penampangnya
tidak tetap dan sifatnya dinamik (mengalami perubahan-perubahan). Perubahan ini
di sebabkan karena erosi, erosi tersebut bias berupa erosi mudik(menyebabkan
lembah panjang kearah ulu), erosi lateral (menyebabkan pelebaran lembah),
dan erosi vertical (menyebabkan pendalaman lembah). Lembah dapat
bertambah panjang akibat terjadi erosi lateral pada daerah-daerah aliran sungai
pada stadium tua. Terbentuknya meander menyebabkab bertambah panjangnya lembah.
Meander merupakan aliran merupakan aliran sungai yang berliku-liku sebagai
akibat dari erosi lateral, sehingg dengn berliku-likunya aliran sungai lembah
sungaipun bertambah panjang.
Perubahan muka air laut dimana sungai tersebut bermuara.
Penurunan muka air laut ini dapat disebabkan karena terjadi pengangkatan dasar
laut atau penurunana dasar laut. Terjadinya penurunan dan pendangkalan dasar
laut menyebabkan aliran sungai bertambah panjang kearah laut, muara bergeser
kearah laut dan garis pantai bertambah lebar.
2.2.PROSES
TERJADINYA RUNOFF (LIMPASAN PERMUKAAN)
Pada
saat hujan turun, tetesan pertama air hujan ditangkap oleh daun dan tajuk
vegetasi. Ini biasanya disebut sebagai simpanan intersepsi.
Kurva kapasitas infiltrasi
|
Kalau hujan berlangsung
terus, air hujan yang mencapai permukaan tanah akan meresap ke dalam tanah
(infiltrasi) sampai mencapai suatu taraf dimana intensitas hujan melebihi
kapasitas infiltrasi tanah. Setelah itu, celah-celah dan cekungan di permukaan
tanah, parit-parit, dan cekungan lainnya (simpanan permukaan) semua dipenuhi air,
dan setelah itu barulah terjadi runoff.
Kapasitas infiltrasi
tanah tergantung pada tekstur dan struktur tanah, dan dipengaruhi pula oleh
kondisi lengas tanah sebelum hujan. Kapasitas awal (tanah yang kering) biasanya
tinggi, tetapi kalau hujan turun terus, kapasitas ini menurun hingga mencapai
nilai keseimbangan yang disebut sebagai laju infiltrasi akhir.
Proses runoff akan
berlangsung terus selama intensitas hujan lebih besar dari kapasitas infiltrasi
aktual, tetapi runoff segera berhenti pada saat intensitas hujan menurun hingga
kurang dari laju infiltrasi aktual.
2.3.FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI RUNOFF
Terlepas dari
karakteristik hujan, seperti intensitas hujan, lama hujan dan distribusi hujan,
ada beberapa faktor khusus lokasional (daerah tangkapan air) yang berhubungan
langsung dengan kejadian dan volume runoff.
1. Tipe Tanah
Kapasitas infiltrasi
suatu tanah dipengaruhi oleh porositas tanah, yang menentukan kapasitas
simpanan air dan mempengaruhi resistensi air untuk mengalir ke lapisan tanah
yang lebih dalam.
Porositas suatu tanah
berbeda dengan tanah lainnya. Kapasitas infiltrasdi tertinggi dijumpai pada
tanah-tanah yang gembur, tekstur berpasir; sedangkan tanah-tanah liat dan
berliat biasanya mempunyai kapasitas infiltrasi lebih rendah. Bagan-bagan
berikut menyajikan beragam kapasitas infiltrasi yang diukur pada berbagai tipe
tanah.
Kapasitas
infiltrasi juga tergantung pada kadar lengas tanah pada akhir periode hujan
sebelumnya. Kapasitas infiltrasi aweal yang tinggi dapat menurun dengan waktu (asalkan
hujan tidak berhenti) hingga mencapai suatu nilai konstan pada saat profil
tanah telah jenuh air.
Liat
Lempung
Lempung berpasir
Pasir
|
Kondisi seperti ini
hanya berlaku kalau kondisi permukaan tanah tetap utuh tidak mengalami
gangguan. Telah diketahui
bahwa rataan ukuran tetesan air hujan meningkat dengan meningkatnya intensitas
hujan. Dalam suatu intensitas hujan yang tinggi, energi kinetik tetesan air
hujan sangat besar pada saat memukul permukaan tanah. Hal ini dapat
menghancurkan agregat tanah dan dispersi tanah, dan mendorong partikel-partikel
halus tanah memasuki pori tanah. Pori tanah dapat tersumbat dan terbentuklah
lapisan tipis yang padat dan kompak di permukaan tanah sehingga mereduksi
kapasitas infiltrasi.
Fenomena
seperti ini lazim disebut sebagai “capping, crusting atau sealing”. Hal
ini dapat menjelaskan mengapa di
daerah-daerah arid dan semi-arid yang mempunyai pola hujan dengan intensitas
tinggi dan frekuensi tinggi, volume rinoff sangat besar meskipun hujannya
sebentar dan kedalaman hujan relatif kecil.
Tanah-tanah
dengan kandungan liat tinggi (misalnya tanah-tanah abu volkan dengan kandungan
liat 20% ) sangat peka untuk membentuk kerak-permukaan dan selanjutnya
kapasitas infiltrasi menjadi menurun. Pada tanah-tanah berpasir, fenomena
kerak-permukaan ini relatif kecil.
2.
Vegetasi
Besarnya
simpanan intersepsi pada tajuk vegetasi tergantung pada macam vegetasi dan fase
pertumbuhannya. Nilai-nilai intersepsi yang lazim adalah 1 - 4 mm. Misalnya
tanaman serealia, mempunyai kapasitas simpanan intersepsi lebih kecil
dibandingkan dengan rumput penutup tanah yang rapat. Hal yang lebih penting
adalah efek vegetasi terhapad kapasitas infiltrasi tanah. Vegetasi yang rapat menutupi tanah dari tetesan
air hujan dan mereduksi efek kerak-permukaan.
Selain itu, perakaran tanaman dan bahan organik dalam tanah dapat
meningkatkan porositas tanah sehingga memungkinkan lebih banyak air meresap ke
dalam tanah. Vegetasi juga menghambat aliran air permukaan terutama pada lereng
yang landai, sehingga air mempunyai kesempatan lebih banyak untuk meresap dalam
tanah atau menguap.
3.
Kemiringan dan ukuran daerah tangkapan
Pengamatan
pada petak-petak ukur runoff menunjukkan bahwa
petak-petak pada lereng yang curam menghasilkan runoff lebih banyak
dibanding dengan petak-petak pada lereng yang landai. Selain itu, jumlah runoff
menurun dengan meningkatnya panjang lereng. Hal seperti ini terjadi karena
aliran air permukaan lebih lambat dan waktu konsentrasinya lebih panjang (yaitu
waktu yang diperlukan oleh tetes air hujan untuk mencapai outlet daerah
tangkapan air). Hal ini berarti bahwa air mempunyai lebih banyak kesempatan
untuk infiltration dan evaporasi sebelum ia mencapai titik pengukuran di
outlet. Hal yang sama juga berlaku kalau kita membandingkan daerah-daerah
tangkapan yang ukurannya berbeda.
Efisiensi
runoff (volume runoff per luasan area) meningkat dengan menurunnya ukuran
daerah-tangkapan air, yaitu semakin besar ukuran daerah-tangkapan berarti
semakin besar (lama) waktu konsentrasi air dan semakin kecil efisiensi runoff.
Ukuran Zone Tangkapan Air, A (hektar)
|
Akan tetapi harus
diingat bahwa diagram pada gambar di atas dibuat dari kasus khusus di daerah
“Negev desert” dan tidak berlaku umum di daerah-daerah lainnya. Diagram ini
menyajikan pola kecenderungan umum hubungan runoff dan ukuran daerah tangkapan.
2.4. HUBUNGAN ANTARA RUNOFF, EROSI DAN KONSERVASI
Kerusakan tanah pertanian di daerah
tropis sebagian besar disebabkan oleh pemilihan dan penerapan teknologi yang
salah tanpa memeperhatikan nilai-nilai ekologi. Salah satu dampak pemilihan dan
penerapan teknologi yang tidak benar adalah erosi.
Erosi tanah adalah suatu proses atau peristiwa yang menyebabkan terlepasnya
partikel-partikel tanah sebagai akibat tenaga air, angin atau salju dan
pengalirannya ke daerah yang lebih rendah. Erosi mengakibatkan merosotnya
produktivitas tanah, menurunnya daya dukung tanah untuk memproduksi hasil
pertanian dan terganggunya nilai keseimbangan lingkungan hidup.
Di daerah tropis basah seperti
Indonesia, erosi terutama disebabakan oleh daya rusak air hujan. Air hujan yang
jatuh ke permukaan tanah sebagian merembes ke dalam tanah, sebagian kecil
menguap dan sebagian lagi mengalir di permukaan tanah menuju tempat yang
rendah. Aliran permukaan (run off) inilah yang menjadi penyebab erosi.
Erosi
yang di sebabkan oleh aliran air di permukaan dapat dicegah dengan adanya
konservasi, atau penanaman tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan ini ditanam
bertujuan untuk menambah kapasitas penampungan air agar tidak terlalu cepat
terjadinya peluapan air di dalam permukaan.
Daftar
pustaka
Sudarja
Adiwikarta dan Akub Tisnasomantri, (1977), Geomorfologi jilid 1, Bandung
Jurusan Pend. Geografi IKIP Bandung.